Deprecated: Array and string offset access syntax with curly braces is deprecated in /var/cpanel_user/home/medkom/public_html/wp-content/plugins/jetpack/modules/shortcodes.php on line 98

Deprecated: Array and string offset access syntax with curly braces is deprecated in /var/cpanel_user/home/medkom/public_html/wp-content/plugins/jetpack/modules/shortcodes.php on line 130

Deprecated: Unparenthesized `a ? b : c ? d : e` is deprecated. Use either `(a ? b : c) ? d : e` or `a ? b : (c ? d : e)` in /var/cpanel_user/home/medkom/public_html/wp-content/plugins/jetpack/modules/shortcodes/soundcloud.php on line 164

Connection Information

To perform the requested action, WordPress needs to access your web server. Please enter your FTP credentials to proceed. If you do not remember your credentials, you should contact your web host.

Connection Type

Peran Generasi Muda untuk Kearifan Lokal Sumatera Utara – UKSU-ITB

Peran Generasi Muda untuk Kearifan Lokal Sumatera Utara

Peran Generasi Muda untuk Kearifan Lokal Sumatera Utara

oleh:
Ricardo Simamora (UKSU 2014)

Kearifan lokal merupakan salah satu bentuk dari budaya. Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup yang mengakomodasi kebijakan dan kearifan hidup (Kemdikbud, 2016). Singkatnya, kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang berlaku dalam tatanan masyarakat. Nilai-nilai tersebut diyakini kebenarannya dan menjadi pedoman dalam keseharian masyarakat. Meskipun kearifan lokal merupakan produk dari masa lalu, namun hal ini harus senantiasa dijadikan pegangan hidup bangsa Indonesia.

Kearifan lokal biasanya diajarkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi baik berwujud (tangible) maupun tak berwujud (intangible). Berwujud artinya memiliki bentuk, dapat dilihat, atau dengan kata lain dapat disebut sebagai benda atau barang. Sedangkan tak berwujud berarti tidak dapat dilihat, misalnya bahasa, sastra, kesenian, upacara, adat-istiadat, dan sebagainya.

Di Indonesia, kearifan lokal merupakan filosofi dan pandangan hidup yang diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti tata nilai sosial ekonomi, arsitektur, kesehatan, tata lingkungan, dan lainnya. Sebagai contoh, di Sumatera Utara, terdapat sebuah filosofi Dalihan Na Tolu yang menyangkut masyarakat dan budaya Batak. Menurut Vergouwen (2004) dalam bukunya yang berjudul  “Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba”, dalam adat Batak, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama, yaitu Somba Marhulahula (hormat kepada keluarga pihak istri), Elek Marboru (sikap membujuk atau mengayomi wanita), dan Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga). Filosofi ini sudah diwariskan turun-temurun yang hingga saat ini menjadi pedoman masyarakat Batak dalam berkeluarga dan bermasyarakat.

Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi di Indonesia terdiri dari beberapa suku, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Melayu, dan Nias yang masing-masing suku memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang berkembang secara turun-temurun. Namun pada saat ini, nilai-nilai tersebut telah memudar seiring dengan pesatnya perkembangan zaman globalisasi.  Contoh yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari adalah berkurangnya minat pemuda dalam melestarikan bahasa daerah. Survey pada tahun 2014 yang dilakukan PODES (survey potensi desa) menunjukkan bahwa di beberapa provinsi di Indonesia seperti Maluku, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan, lebih dari 90% penduduknya masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari. Hal ini bertolak belakang dengan provinsi Sumatera Utara yang termasuk dalam 5 besar provinsi pengguna bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari terbesar di Indonesia dengan persentase sebesar 55,6%. Jumlah ini tentunya semakin meningkat seiring berjalannya waktu dikarenakan arus globalisasi yang membawa masyarakat khususnya generasi muda semakin jauh dari nilai-nilai yang sudah diwariskan nenek moyang. Generasi muda cenderung lebih menyukai hal-hal yang yang berbau modernisasi karena budaya lokal dianggap kampungan dan ketinggalan zaman, termasuk menggunakan bahasa daerah dalam keseharian.

Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi sangat memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi terutama internet memang tidak dapat dihindari. Arus globalisasi perlahan mengikis nilai yang diajarkan dalam kearifan lokal bangsa Indonesia. Namun, teknologi informasi dan komunikasi tersebut hendaknya dapat pula dijadikan sebagai alat untuk melestarikan kearifan lokal khususnya provinsi Sumatera Utara.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemuda dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi adalah penyebaran informasi berkaitan dengan kebudayaan melalui media sosial yang dilakukan secara intens. Bentuk penyajian informasi tersebut tentunya harus sangat diperhatikan agar banyak orang yang tertarik untuk bergabung atau melakukan hal yang sama. Berikut ini adalah contoh-contoh praktis untuk melestarikan kearifan lokal Sumatera Utara :

  1. Membuat grup di media sosial yang anggotanya memiliki kesamaan minat dalam kuliner, tradisi, atau kesenian daerah Sumatera Utara.
  2. Memasang foto profil akun media sosial yang sedang menggunakan baju daerah atau menggambarkan sebuah kegiatan kebudayaan Sumatera Utara.
  3. Membuat video/vlog yang menampilkan hal-hal menarik tentang kebudayaan tertentu di Sumatera Utara dan diupload ke YouTube atau media sosial lainnya. Semakin menarik videonya tentu semakin banyak orang yang akan melihat video tersebut.
  4. Membuat tulisan melalui blog atau media sosial lain mengenai kearifan lokal Sumatera Utara. Tulisan tersebut diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi banyak orang.

Pada intinya, kemajuan teknologi seharusnya bukan menjadi ancaman bagi generasi muda dalam pelestarian kearifan lokal Sumatera Utara. Sebaliknya, teknologi dapat digunakan sebagai kesempatan untuk melestarikan budaya dan nilai luhur yang sudah diwariskan sejak dahulu. Pemuda harus kritis dan kreatif dalam menyikapi kemajuan teknologi sehingga “harta” berharga itu tidak punah, melainkan tetap ada untuk selamanya.

 

Referensi :

  1. Analisis Kearifan Lokal Ditinjau dari Keragaman Budaya (publikasi Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2016).
  2. Vergouwen, J.C. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta : LKIS.